When Self Improvement Book Hurting You

@sirjoancornella

Katanya sih baca buku Self Improvement, apanya, paham konsep orang dateng buat curhat itu butuh dipahami bukan dinasehati aja nggak.

Ngomong ngomong soal buku Self Improvement, banyak dari kita yang seringkali bakal liat judul seperti, ‘Rekomendasi buku Self Improvement yang dapat mengubah kehidupan’ atau ‘Inilah judul buku yang dapat mengubah pola pikirmu’ Nah, kira-kira suka kepikiran nggak sih atau penasaran, apa emang bener membaca buku self improvement bisa ngasih pengaruh sampai segitu besarnya ke seseorang?

Terlebih, dijaman sekarang yang udah banyak dan merebak banget buku tentang pengembangan diri. Saya penasaran, kenapa dari beberapa buku pengembangan diri yang udah saya baca, nggak ada pengaruh yang nempel dikepala serta ingatan saya, apakah saya terlalu bebal atau emang nggak paham aja apa yang mereka omongin dari kalimat-kalimat tersebut selain rasa tersentak karena yang dikatakan benar dengan keadaan sebenarnya, juga saya orangnya agak terlalu males baca buku penuh kata-kata motivasi penggugah selera.

Disini maksud saya bukan untuk menilai suatu tulisan, buku atau apapun itu. Dan bukan berarti saya meremehkan buku-buku bertema self improvement. Sebelumnya, Apa sih self-improvement itu? self-improvement sendiri menurut saya, kegiatan atau proses dari pengembangan diri sendiri, dilakukan agar menjadi pribadi yang lebih baik. Nah buku self improvement atau buku pengembang diri ini biasanya menjelaskan mengenai berbagai macam cara untuk kalian bisa dengan mudah mengembangkan diri, atau memberi sedikit jalan keluar untuk masalah yang kebetulan sedang dihadapi. Kayak si penulis buku ngasih tau kita jalan atau cara dalam menghadapi masalah yang ada dikehidupan, dibumbui sedikit dengan pengalaman dari mereka, dan kata-kata yang dimaksudkan untuk membuat kalian sadar mengenai kondisi dari diri kalian sendiri. Membuat kalian menjadi punya sudut pandang baru, dan berpikir lebih kritis mengenai kehidupan. 

Salah satu temen saya bilang setiap buku itu tergantung sama si pembacanya, mereka punya pasarnya masing-masing. Makannya buku bertemakan pengembangan diri ini masih bisa dan masih banyak bertengger direkomendasi-rekomendasi top di beberapa toko buku. Masalanya ialah apakah semua yang diceritakan dan dimotivasikan oleh buku pengembangan diri tersebut malah bikin kamu terbantu atau malah semakin membuat kamu terpuruk? Saya jelas nggak bisa memukul rata semua pembaca dan juga buku-buku pengembangan diri, tapi kadang hal-hal yang ditulis oleh penulis malah dengan nggak sadar bikin kita membanding-bandingkan dengan kehidupannya dia. Makannya Membaca buku Self Improvement itu butuh kesadaran diri yang tinggi, kamu nggak bisa membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan kamu sendiri bahkan meskipun tokoh di dalamnya sangat terpuruk.

Jadi bukan salah penulis, atau pun buku tetapi mindset dari mereka para pembaca, nah kalau udah kayak gini apakah ternyata buku tersebut membantu kamu untuk berkembang? jawabannya bisa iya atau nggak, kalau kamu sadar dan mau berubah berarti iya, kalau sebaliknya berarti selamat kamu sama kayak saya.

Percuma kalau kamu baca buku semacam ini ketika keadaan dari kehidupan kamu atau bahkan mental kamu nggak cukup bisa buat berpikir jernih, lurus. Bisa-bisa yang ada nanti kamu malah menyalahkan keadaan lagi, menyalahkan diri kamu sendiri lagi. Maka dari itu saya kurang setuju sih dengan sloga dari para penulis atau toko buku yang bilang “baca buku ini ketika kamu terpuruk” atau apalah itu, ini malah akan menimbulkan masalah baru, sama hal nya dengan ketika kamu curhat ke temen terus si doi malah respon dengan ngasih nasehat dan membanding-bandingkan dengan masalah yang belio punya sendiri, kan ngehe. Hal lain ialah kadang point-point yang mereka tulis masuk akal tapi nggak semua orang bisa mencapainya, contoh ada orang yang bisa membaca buku dua puluh dalam waktu sehari, dan kamu harusnya cukup menyerah aja, nggak mungkin kamu bisa melakukan hal yang sama meskipun semua tips yang tertulis kamu lakuin tanpa terlewatkan, karena balik lagi ini bukan sebuah kompetisi, itu hanya batu loncatan untuk kamu merasa termotivasi.

Loh, seenggaknya kita udah berusaha buat mencapai apa yang dia capai juga. Bukan gitu, kalau nyatanya dari awal kamu udah tau bahwa itu mustahil dan terus kamu lakukan hingga berakhir dengan sia-sia bukannya malah sayang ya dengan semua waktu yang telah kamu buang itu, bukan mencoba hal baru yang sejalan dengan kehidupanmu, kamu malah menyia-nyiakan nya dengan mendengarkan apa kata orang. Kan mereka bisa mencapai hal itu dengan berbagai faktor yang mendukung juga, tapi faktor dukungan itu nggak kamu punya. Kamu lupa tentang hal itu dan ujung nya kamu terpuruk lagi sambil menyalahkan “buku self improvement apanya kalau kayak gini”. Nah loh, cobalah buat bijak sedikit dalam memahami suatu hal.


Sambatin Orang yang Chat Cuma “P” Alih-alih Kenapa Nggak to the Point Ajasih?

2021, @journalless_

Dunia dengan segala kemudahan dalam berkomunikasinya kini semakin mudah aja buat mancing emosi orang juga.

Makin banyak aja jenis orang yang bisa saya masukin ke list orang-orang menyebalkan selain mereka yang suka sok nasehatin pas kita lagi curhat, dengerin mah nggak, kasih wejangan aja dulu. Ngapain? Apasih susahnya to the point dan diawali dengan manggil nama? Mungkin hal ini bakal terdengar sepele bagi kamu-kamu yang terbiasa buat chat orang menggunakan “P” duluan untuk mengawali percakapan, apaan P? punten? paket? parkir? seriusan deh, kalian punya masalah apasih? Apa chat panjang kamu nyangkut disinyal sehingga pas nyampe ke si penerima cuma huruf P doangan, atau dalam rangka ngirit kuota padahal sekarang bukan jaman SMS juga yang setiap kata dihitung biaya pulsanya ya tolong, nggak pake BBM juga yang mending itumah udah ada fitur Ping! nya sendiri, yang kalau dipake terus kita terima pasti bunyi, nah kalau di WhastApp gimana loh? Ini bukti kalau mereka tuh masih susah buat lepas dari masa lalu, doyan mukul rata semua fungsi yang ada disetiap fitur aplikasi. Intinya males dan udah menjadi kebiasaan serta nggak sadar diri.

Sebenarnya masalah ini tuh bisa bercabang menjadi, kamu yang mengawali chat dengan P dan manggil nama doang, kamu yang melakukan hal yang sama demikian tapi udahnya ngilang nggak tau kemana, pingsan atau apalah, jadinya bukan cuma hubungan aja yang ada ghosting, komunikasi pun terindikasi bisa kena ghosting, terus mereka yang chat dengan P atau nama doang, lama banget buat bales sekalinya bales bilang eh, lupa atau eh, udah beres kok. Apaansih kagak jelas banget seriusan. Semua itu adalah perilaku nyebelin.

Makannya jangan heran, jangan marah kalau chat kamu layak buat dicuekin, muhasabah diri deh coba, bukan malah menjadi-jadi dengan nge-spam P tiga kali berturut-turut, atau ngatain sombong banget si lu. Lahh, itu bisa ngetik selain P, nanti balasan chat nggak didapat, malah kontak WhastApp mu yang kena imbasnya, Blok! Kalau butuh to the point dong, atau seenggaknya jika nggak mau menghilangkan ciri khas itu, setelah P ikuti dengan maksud dan tujuan, “Ini penting banget bisa voice call?”.

Saya biasanya, kalau ada temen chat P doang suka dijadiin bahan taruhan, ini orang kalau udah P nggak ada maksud lain lagi nggak akan saya bales seharian deh, asli. Tapi kalau seenggaknya manggil Win, nah baru tuh saya bales tiga jam kemudian. Nggak takut kalau chat itu penting? Lah kalau penting kenapa nggak langsung to the point aja setelah manggil nama. Nggak sempet buat chat panjang, soalnya sibuk jadi P aja dulu. Nah kalau gitu sama dong, saya pun nggak sebebas sampe bisa ngikutin egoisnya kamu buat bales chat. Kan biar memastikan kamu online atau nggak, waduh ini nggak bisa dijadikan sebuah alasan, udah deh nggak usah muter-muter buat nyari pembelaan atas perilaku malasnya kamu.

Sadarilah, nggak semua orang juga mampu untuk memegang hp dan cek WhatsApp seharian, biar semua komunikasi berjalan efektif dan nggak mubazir cobalah buat nggak melakukan hal-hal di atas yang udah saya jelaskan, kurang-kurangin bikin kesel orang. Ini bukan soal sekadar chit-chat doang tapi sopan santun juga, entah kamu chat ke teman seumuran atau yang lebih tua dan muda, seenggaknya hargai lewat komunikasi yang baik dan benar, meski kamu datang cuma pas butuhnya doang kayak minjem uang misalnya. he he.


Bukan 30 Day Writing Challenge, karena saya baru aja beresin semua kerjaan daaannn selamat membaca!